dari
http://sosbud.kompasiana.com/2011/07/15/pesta-pernikahan-di-negeriku-memang-aneh/
http://unik.kompasiana.com/2011/07/15/pengalaman-menghadiri-pesta-pernikahan-di-negeri-belanda/
"Kebetulan saya pernah magang di salah satu universitas di Belanda selama 1 tahun, dan teman kerja saya yang merupakan orang belanda mengundang kami teman-teman kerjanya untuk menghadiri pesta pernikahan yang diselenggarakan olehnya.
Kartu undangan: Kartu undangan yang dibuat ga mahal, ga aneh-aneh, ga macem-macem. Seperti kartu ucapan selamat ulang tahun. Dipastikan biayanya murah.
Yang diundang: Keluarga, teman-teman dekat, teman kerja dari yang mau manten.
Acara akad: Diadakan di balai kota/gereja. Acara ini berlangsung khidmat. Simpel dan ringkas tanpa acara-acara adat. Setelah akad diadakan makan malam bersama di meja makan bagi tamu-tamu tertentu (terutama keluarga).
Acara pesta: Diadakan di cafe. Tidak ada makan besar. Hanya ada minuman dan kacang-kacangan yang disediakan cafe tersebut. Cafe tersebut tidak besar. Tepat pukul 7 malam, kedua mempelai berdiri di ambang pintu cafe menyambut orang-orang yang hadir (para tamu memberi ucapan selamat). Para undangan sebagian besar datang tepat pukul 7, dan pulang pukul 10 malam. Sangat jarang ada yang datang sekedar mengucapkan selamat. Disini para undangan memang siap untuk berpesta, mengobrol, dan mencari kesenangan. Acara di dalam cafe benar-benar dapat menghibur saya. Banyak teman-teman yang hadir yang artinya banyak teman ngobrol dan ketawa-ketiwi. Ada musik dimana kami bisa bernyanyi dan berdansa bersama. Banyak acara-acara kreativitas persembahan dari para undangan untuk kedua mempelai. Sebagai contoh pada waktu itu rombongan kami yang merupakan teman kerja mempersembahkan lagu yang liriknya kami ganti dengan lirik-lirik yang kocak. Ada juga teman yang mempersembahkan film-film buatan mereka sendiri yang sangat-sangat berkesan dan menghibur para undangan juga mempelai pengantin. Disini kami benar-benar bisa bebas berinteraksi dengan mempelai pengantin.
Ya begitulah acara pesta pernikahan yang pernah saya alami di Belanda. Menyenangkan dan pasti tidak terlalu menghabiskan biaya."
SALAM PEACE
by Om Peace
Pesta Pernikahan di Negeriku Memang Aneh
OPINI | 15 July 2011 | 10:30 179 6 1 dari 1 Kompasianer menilai inspiratif
Sudah pernah menghadiri acara pernikahan kan? Atau pasti banyak juga dari kita yang sudah menyelenggarakan acara ini.
Bagi saya acara pernikahan di negeri kita ini sangat-sangat membosankan, banyak merugikan dan seringkali tak masuk akal. Kenapa saya berpendapat seperti itu? Coba saja lihat, acara pernikahan kita menghabiskan puluhan hingga ratusan juta rupiah. Angka yang fantastis. Sebagian uang habis untuk dekorasi dan pakaian yang wah. Terkadang malah berlomba-lomba untuk menunjukkan betapa mewah dan meriahnya suatu pesta pernikahan.
Si empunya acara (pengantennya) malah dipajang di depan. Kerjaan pengantennya hanya berdiri untuk disalam-salami oleh para tamu. Ngapain coba bikin acara cuma untuk disalam-salami. Kehormatan para undangan ditunjukkan dengan diajak berfoto-foto bersama sang pengantin. Keanehan lainnya yaitu para undangannya biasanya banyak yang ga dikenal oleh pasangan pengantin. Yaiyalah wong banyak banget tamunya malah teman-teman orang tua yang manten. Yang lebih aneh lagi buat saya yaitu para undangan dianjurkan membawa amplop berisi uang dan disetor ke celengan yang berada di depan tempat berlangsungnya acara nikahan…weird. Ini mau ngadain acara pernikahan apa acara kumpul amal??
Coba kita telaah lagi, sebenarnya apa sih tujuan penyelenggaraan acara pernikahan? Jangan cuma karena orang lain menyelenggarakan seperti itu makanya jadi ikut-ikutan. Budaya ikut-ikutan inilah yang seringkali menjadi penyakit bangsa.
Acara pernikahan itu atau walimahan, merupakan ajang kita mengumumkan kepada masyarakat “wooy, kita sudah menikah nih, kami sudah suami istri. Tak ada lagi fitnah, dan kami sudah tidak available lagi untuk dikencani”. Fungsi lain tentunya berbagi kebahagiaan dengan mengundang makan-makan. Tul ga??
Coba kita lihat praktek pesta pernikahan yang sudah terjadi, bukannya berbagi kebahagiaan eh si tamu malah diminta untuk ngasih amplop. Pikir-pikir kenapa uang amplop itu ga dipakai saja untuk makan di restoran? bisa jadi kepuasannya lebih daripada makan di kondangan.
Sekarang tempatkan diri kita sebagai tamu undangan. Sewajarnya kita menghadiri pesta pernikahan itu ya karena ingin “pesta”. Makan-makan enak, enjoying the party, enjoying suasana pesta yang menyenangkan, musik, teman-teman ngobrol, pokoknya asik dan seru deh. Lha kenyataannya?? Kebanyakan orang menghadiri undangan karena menghargai si pengundang. “Ga enak kalo ga datang”, kata seorang teman. “Kalo kita ga datang, nanti pas kita yang menyelenggarakan pesta mereka juga ga mau datang, makin sedikit dong amplop yang kita terima”, kata teman lainnya. Ya ampuuunnn.
Saya sendiri sebenarnya malas datang ke kondangan seperti fenomena sekarang ini. Gimana ga malas, pengennya saya itu saya bisa banyak bercengkerama dengan teman-teman, baik yang sedang pengantin atau pun teman-teman undangan lainnya. Tapi dengan kondisi yang crowded (saking banyaknya tamu tak dikenal yang datang), dan sang pengantin yang dipajang di depan dan tak henti-hentinya menyalami tamu yang sebagian tak dikenalnya, kesempatan bercengkerama pun sulit didapatkan. Lagipula saya dianjurkan untuk membawa amplop berisi uang, wadooohh kok gini sih. Acara hiburan seperti musik jarang bisa menghibur saya. Intinya datang ke suatu pesta pernikahan tidak dapat memberi hiburan bagi saya.
Di sisi lain kasihan lho orang-orang yang ingin menikah. Menikah dengan gaya Indonesia ini mahal. Banyak orang yang takut menikah dengan alasan tidak siap uang untuk menyelenggarakan pernikahan. Terus kenapa ga menikah ala sederhana saja kalau ga punya uang? “Orang tua/mertua tak mengijinkan, ga enak sama orang kalo ga dipestain”, kata sorang teman yang ingin sekali menikah tetapi harus menundanya demi mengumpulkan uang untuk pesta pernikahan. Keluarga saya pun tak luput menjadi korban “image pesta pernikahan yang wajar” ini. Kami harus mengeluarkan lebih dari 60 juta rupiah untuk penyelenggaraan pesta. Hal ini belum termasuk tetek bengek seperti seserahan, cincin kawin, fotografi, hiburan dsb. Bayangkan 60 juta itu banyak friend. Banyak hal lain yang lebih bermanfaat dengan uang sebesar itu. Sebagai contoh yaitu naik haji. Bukankah naik haji itu hukumnya wajib bagi yang mampu, sedangkan mengadakan pesta pernikahan itu tidak wajib??? Dengan artian kita mendahulukan yang tidak wajib di atas hal yang wajib, aneh kan…
Bagi yang menyetujui acara-acara boros seperti ini biasanya beralasan “ya kan cuma sekali seumur hidup”, atau “kita harus menyesuaikan diri dengan masyarakat”. Ah klise.
Bagaimana acara pernikahan di negeri lain?? Kebetulan saya punya pengalaman menghadiri pesta pernikahan salah seorang teman ketika saya berada di negara Belanda. Bisa dilihat di link berikut ini. Intinya menyenangkan dan pasti tidak terlalu menghabiskan biaya.
Lalu bagaimana semestinya menyelenggarakan pesta pernikahan yang wajar?
Luruskan niat bahwa penyelenggaraan pesta ini bertujuan untuk mengumumkan, syukuran, dan berbagi kebahagiaan. Lupakan niatan karena ingin meniru masyarakat, ga enak sama orang dll. Tujuan pesta pernikahan harus dicapai yaitu sederhana, hemat, para tamu terhibur dan menikmati pesta, serta pernikahan kita terumumkan.
Undanglah orang-orang yang memang wajar diundang. Teman-teman karib anda, teman kerja, keluarga besar. Tak perlulah orang tua ikut mengundang teman-temannya, toh ini acara kita, bukan acara orang tua kita.
Tak perlu berdekorasi berlebihan. Biasa-biasa saja, lebih baik adakan saja di rumah daripada di gedung yang memakan biaya tambahan. Dari kacamata saya sebagai tamu undangan, hal yang membuat undangan berkesan yaitu enaknya makanan serta terhiburnya diri saya dengan menikmati sosialisasi.
Tak perlu pakaian khusus pengantin. Pakailah pakaian sederhana. Pakailah baju terbaik yang anda miliki. Atau boleh jadi pinjam ke teman anda. Tak masalah. Pakaian yang mewah dan mahal tidak dapat memberi kepuasan pada tamu undangan. Makanan yang enaklah yang dapat memberi kepuasan bagi para tamu undangan hehe.
Jangan dipajang. Tak perlu pasangan pengantin dipajang di depan. Biarkan mereka bebas berkeliaran untuk mengobrol dengan tamu-tamu yang datang. Lebih enjoy kan jadinya??
Bikin acara yang menarik dan kreatif. Walau pun bagi saya pribadi yang menarik dari suatu pesta adalah bercengkerama dengan para tamu lain, tak apa juga bila ingin mengadakan acara-acara yang menghibur seperti karaokean, atau games-games yang menyenangkan dan dapat dimainkan oleh para tamu. Jangan lupakan acara khidmat mengingat suci dan sakralnya pernikahan, asalkan jangan membosankan para tamu.
Jangan mengharapkan hadiah atau pun angpao. Ingat bahwa penyelenggaraan pernikahan ini ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang terdekat dan sekitar kita. Jangan sampai pernikahan malah membebankan tamu undangan.
So tunggu apa lagi teman-teman yang mau menikah? menikahlah, tak perlu menunggu uang menggunung untuk menyelenggarakan pesta pernikahan seperti itu. Kesederhanaan is the best.
SALAM PEACE
Om peace
Note Dari Saya.
Kenapa saya tertarik dengan bahasan ini? Karena dalam tahun ini banyak temen seangkatan saya yang sudah mau menikah. Selain itu beberapa kali saya bersama teman membahas biaya menikah yang nilainya hampir 100 jutaan. Sempat kepikiran kapan saya nikahnya klo butuh biaya segitu besar? Hahahahaha gak bakal nikah nih. Karena saya berasal dari keluarga yang sangat sederhana dan sekerangpun belum punya apa :D. Tetapi setelah membaca tulisan di atas, saya kembali tersadar apa sebenarnya hakikat walimahan (pesta pernikahan). Mudahan temen2 saya dan KHUSUSNYA SAYA menjalankan pernikahan dengan sederhana dengan tidak jauh dari niatnya. Pesta pernikahan = pemberitahuan kepada kaum kerabat dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan (Allah SWT).
Satu lagi yang penyebab saya membahas masalah ini. Tahun ini Insya Allah kakak saya yang kedua akan menikah. Sukses ya kak. Semoga menjadi keluarga sakinah mawada (tapi kok saya sedih ya.... kehilangan temen kelahi klo saya pulang ke rumah). Hikss.. jadi ingat ketika kita masih kecil, saya bisa sesuka hati minta ikut dan pergi bermain bersama mereka. Sekarang mereka sudah punya kehidupan sendiri. (Kecemburuan seorang adik ketika kakaknya mau menikah). Tapi sekali lagi selamat Kakakku tersayang..saya sebagai adik mu sangat rela.